Lawandari berbakti kepada kedua orang tua adalah durhaka kepada keduanya, dan amalan ini merupakan dosa yang sangat besar. Dari Abi Bakrah radhiallahu 'anhu dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidaklah Rasulullah menceritakan kisah kejadian umat terdahulu melainkan untuk menjadi pelajaran bagi umat yang datang KisahUwais ini sangatlah patut diteladani oleh setiap umat Islam sebab kisah Uwais ini merupakan salah satu teladan yang hadir pada zaman Nabi Muhammad SAW terdahulu. Berbicara soal memuliakan seorang ibu, di mana kita semua patutlah berbakti dan taat terhadap orang tua yang telah melahirkan kita ke dunia. 3 Fenomena Bahaya Lisan. a) Alkalaamu fimaa laa ya'nihi (Ungkapan yang tidak berguna) Nabi Saw. telah bersabda: "Barang siapa mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan apa yang ada di antara dua kaki, maka aku jamin dia masuk surga. ( Muttafaq 'alaih, dari Sahl bin Sa'ad) AyatQur'an tentang Kisah umat terdahulu merupakan peringatan bagi manusia × Pesantren Indeks Pesantren [A-Z] Daftar Lembaga Pendidikan Lainnya Perguruan Tinggi Sekolah Islam Panti Asuhan List Pesantren [Update Terbaru] Laporan Donasi Tanpa Kutip Umatmanusia sekarang ini, berada dalam jurang yang sangat terjal dan dalam. Belenggu-belenggu kebinasaan siap menghancurleburkan mereka. Realita ini merupakan akibat buruk yang dipetik oleh umat manusia karena telah menjauh dari al-haq. Mereka menjadi bulan-bulanan panah kebatilan. Kenyataan yang ada cukup menjadi bukti dan petunjuk yang jelas. Sangibu yang baru saja tiba di kota dan sangat rindu untuk bertemu anak, menantu, dan cucunya tersebut, karena putranya tak pernah mengunjunginya Sabtu, 14 Mei 2022 Cari PendetaSamuel Hermawan juga temani beberapa pendeta, pekerja gereja, dan jemaatnya. Dengan batik coklat dan dandanan klemis, ia tampil percaya diri. Seluruh materi disiapkannya dalam laptop dan infocus, lengkap dengan seorang wanita yang jadi operatornya. Jam 08.00 Wib dialog "kelas RT" ini dimulai. Samuel menerangkan ketuhanan Yesus ClK0x. Sebagai gambaran bagaimana beratnya balasan orang yang melukai perasaan ibu, pernah ada seorang sahabat namanya Alqamah. Ia seorang yang sangat taat kepada Allah, tekun beribadah, tak pernah tertinggal puasa dan shalatnya. Tak terkecuali zakat dan sedekahnya. Namun, di penghujung hayatnya, ia kesulitan mengucapkan kalimat Lā ilāha illallāh. Setelah dilaporkan dan ditelusuri oleh Rasulullah saw, Alqamah masih memiliki seorang ibu yang sudah tua dan hatinya pernah terluka gegara sikapnya. Menurut sang ibunda, Alqamah terlalu lebih perhatian dan lebih mementingkan istrinya ketimbang ibunya. Itulah sebabnya, saat sakaratul maut, lidah Alqamah kelu tak bisa mengucap kalimah thayyibah. Untungnya, Rasulullah saw. segera memintakan ampunan kepada sang ibunda untuk Alqamah. Demi membuka pintu maaf sang ibunda, beliau sempat meminta para sahabat mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Alqamah. Mendengar demikian, jiwa keibuan ibunda Alqamah pun bangkit dan hatinya pun luluh. Ia merasa tidak tega jika harus melihat jasad sang anak dibakar hidup-hidup di depan mata. Hingga akhirnya ia rela memaafkan Alqamah daripada melihat jasadnya hangus terbakar api. Rasulullah saw menyampaikan kepada sang ibunda, “Duhai ibu, api akhirat jauh lebih pedih ketimbang api dunia.” Setelah dimaafkan, Alqamah pun dengan mudahnya menghembuskan nafas terakhir seraya mengucap kalimah Lā ilāha illallāh. Lihat Syekh Zainuddin al-Malaibari, Irsyadul-Ibad, halaman 91. Seorang Alqamah saja yang taat ibadah kepada Allah, berada di ambang kematian su’ul khatimah, bagaimana dengan orang yang durhaka kepada Allah dan orang tua? Bagaimana orang yang terus membangkang dan selalu menyakiti perasaan orang tua? Sungguh ini pelajaran berharga bagi siapa pun yang masih memiliki sikap buruk kepada orang tuanya. Sekaligus pelajaran bagi siapa pun yang menginginkan kematian husnul khatimah. Di momen Hari Ibu ini, marilah kita sama-sama mengubah sikap buruk kita kepada orang tua, terlebih kepada ibu kita. Doakan yang terbaik jika mereka sudah tiada. Bahagiakanlah mereka. Jika belum mampu membahagiakan, setidaknya jaga sikap dan perkataan kita agar tidak melukai perasaan mereka. Sebab, balasan dan ancamannya sangatlah berat dan merugikan kita di dunia dan akhirat. Wallahu alam. Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat. Oleh M. Ishom el-Saha Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten TIDAK sedikit orang tua yang meminta putra-putrinya berbakti kepada orang tua. Tapi dia sendiri tidak paham tentang apa pun sebutan ayah yang durhaka untuk ayah. Jika anak durhaka berhasil lolos sia-sia, begitupun orang tua yang durhaka kepada keturunan. Diriwayatkan pada masa Umar bin Khattab ada ayah yang menyeret putranya untuk dihadapkan kepada Amirul Mukminin. Di depan Umar, orang tua itu mengadukan kelakuan putranya yang tak mau dihormati dan durhaka menerima. “Mohon nasihati dia, wahai Amirul mukminin!” kata orang tua itu. BACA JUGA Sikap Orangtua Seperti Ini, Sebabkan Anak Durhaka Umar lalu menasihati anak lelaki itu. “Apa kamu tidak takut kepada Tuhan-mu sebab ridha-Nya tergantung ridha orang tuamu.” Tak disangka-sangka anak itu mulai bertanya “Wahai Khalifah! Apa yang ada di samping itu adalah soal anak yang berbakti kepada orang tua, termasuk juga cara orang tua yang bertanggung jawab terhadap apa?”. Umar bin Khattab menjawab “Ya, benar ada! Seharusnya ayah menyenangkan dan mencukupi nafkah istri sekaligus ibu dari putra-putrinya, memberikan nama yang baik untuk putra-putrinya, serta mengajari putra-putrinya Al-Quran dan memelajari ilmu agama lainnya.” Mendengar penjelasan Amirul Mukminin, anak laki-laki itu membalas “Jika demikian, bagaimana aku berbakti kepada ayahku? Demi Allah, ayahku takir ke ibuku yang tak perlu menggantinya di hamba sahaya. Sekali pun dia minta uang untuk ibuku, sebanyak 400 dirham untuk menebus ibuku. Dia juga tak menamaiku dengan nama yang baik Aku dinamai ayahku dengan nama “Juala” Jadian. Dia juga tak mengajariku mengaji, satu ayat pun!” BACA JUGA Sungguh Terhina Anak yang Durhaka pada Orang Tua Seketika itu Umar bin Khattab berpaling, memandang tajam ke arah orang tua anak itu, sambil berkata “Kalau begitu bukan anakmu yang durhaka, tapi kamulah orang tua durhaka!” Jadi, ayah yang durhaka tanda-tandanya adalah menyayangi lahir-batin istri yang menjadi sumber belajar pertama kali anak kandungnya. kasar dan tidak memanggil putra-putrinya dengan sebutan yang baik. mendidik putra-putrinya dengan pendidikan yang baik dan bermanfaat untuk masa depan mereka. Ibnu al-Qayyim al-Jauzi di dalam kitab “Tuhfat al-Maudud” juga pernah mengatakan “Barangsiapa menyia-nyiakan pendidikan yang berguna untuk masa depan dan putra-putrinya yang dibiarkan begitu saja, maka dia menjadi orang tua yang paling merugi. Anak menjadi rusak moralitasnya karena faktor orang tua yang menyia-nyiakan pendidikan perputaran. anak-anak itu tidak mengembangkan akal budayanya dan tidak mendatangkan manfaat di masa depan untuk kedua orangtuanya. “ Oleh sebab itu, sebagai orang tua, sebagian besar ayah, sepatutnya mencurahkan pikiran, tenaga, dan keuangan untuk masa depan serta pendidikan buah hatinya. Berapa banyak yang dicurahkan orang tua untuk putra-putrinya semua adalah bernilai sedekah dan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. [] SUMBER KEMENAG

kisah umat terdahulu yang dusta dan durhaka